Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Marxisme-Leninisme

April 10, 2008

MARXISME-LENINISME

Penyimpangan Ajaran Karl Marx dan Pengaruhnya dalam Kesusastraan Indonesia

Rina Tyas Sari

06/196263/SA/13618

Sastra Indonesia

1. Pengantar

Esensi perjalanan pemikiran dari masa ke masa pada dasarnya hanya untuk mencari kebenaran, yakni usaha pemikir (filsuf) untuk menjadikan hasil pemikirannya valid dan dipakai sepanjang zaman. Paul Natrop mengatakan “Segala kebenaran maunya diketahui dan dinyatakan, dan juga dibenarkan; Kebenaran itu sendiri tidak memerlukan hal itu, karena dialah yang menunjukkan apa yang diakui benar dan harus berlaku”.

Pernyataan Natrop di atas adalah kritik terhadap persoalan peradaban yang terbukti bahwa kebenaran setiap pemikiran dari masa ke masa selalu menjadi kebenaran sementara (hypo-knowledge), karena pada suatu saat terfalsifikasi oleh pembaharuan dan kebenaran yang baru, dengan catatan kebenaran yang terfalsifikasi tidak pernah dihilangkan, hanya saja tidak digunakan lagi. Hal ini menyebabkan kebenaran-kebenaran dari masa ke masa membentuk mata rantai yang saling berkaitan.

Catatan sejarah menyatakan bahwa pemikiran selalu menghegemoni kesadaran manusia secara imajinatif-idealis yang kemudian menggerakkan manusia ke dalam wilayah praktis.

Sejarah pemikiran diawali oleh filosofi alam dengan tokoh-tokohnya antara lain Thales, Anaximandors, dan Anaxmenes. Filosofi alam kemudian difalsifikasi oleh filosofi Herakleitos. Begitu pula selanjutnya, berturut-turut filosofi Herakleitos difalsifikasi oleh filosofi Elea, kemudian oleh Pythagoras, kemudian filosofi sofisme, dan filosofi Klasik.

Tokoh-tokoh besar filosofi Klasik diantaranya Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Filosofi Klasik inilah yang selanjutnya menjadi ruh dalam pemikiran-pemikiran modern.

2. Filsuf Terkemuka Karl Marx

Sejarah pemikiran modern mencatat nama Karl Marx sebagai filsuf terkemuka abad ke-19. Pola pemikiran Marx dimasukkan sebagai satu di antara tiga momen besar filsafat yang pernah ada di sekitar abad ke-18 dan abad ke-20, yaitu momen Descartes dan John Locke, dan momen Kant dan Hegel.

Pemikiran Marx lebih diletakkan untuk mengubah dunia. Pemikiran Marx tidak hanya pada persoalan politis-ideologis, tetapi juga menyebar luas ke dalam struktur kognisi masyarakat dalam pembentukan teori (ilmu). Magnis Suseno mengemukakan, tanpa pemikiran Marx, abad ke-20 akan berlangsung sangat berbeda.

3. Penafsiran yang Salah Atas Pemikiran Karl Marx

Pemikiran Marx yang berpengaruh di bidang ilmu pengetahuan terutama pemikiran di bidang sosiologi, ekonomi, dan politik. Oleh para filsuf lainnya dikatakan bahwa pemikiran Marx rumit dan sulit dimengerti. Oleh karena itu, banyak filsuf yang mencoba melakukan penafsiran atas pemikiran Marx.

Pada pertengahan abad ke-19 , Friedrich Engels dan Kar Kautsky membakukan ajaran Marx dengan menyederhanakannya agar cocok sebagai ideologi perjuangan kaum buruh. Pada waktu itu, George Lukacs menentang pembakuan yang disebut marxisme oleh Engels dan Kautsky tersebut. Lukacs menyatakan bahwa marxisme adalah penafsiran yang salah, menyimpang dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Marx.

Pembakuan ajaran Marx tersebut mencapai puncaknya ketika Lenin mengkonstratir ‘marxisme-leninisme’ sebagai ideologi resmi ajaran Komunisme di Rusia. Sejak saat itulah, marxisme-leninisme menjadi kekuatan politis dan ideologi internasional yang menakutkan dan ditakuti.

4. Marxisme-leninisme

Ajaran marxisme-leninisme yang diterapkan Lenin di Rusia adalah sebagai berikut.

TIGA SUMBER DAN KOMPONEN MARXISME

Oleh : V.I. Lenin

Di  segenap penjuru dunia yang beradab,  ajaran-ajaran  Marx ditentang dan diperangi oleh semua ilmu pengetahuan borjuis (baik pejabat resmi-official-maupun kaum liberal), yang memandang marxisme  semacam “sekte jahat”. Tidak bisa diharapkan adanya sikap lain, karena tidak  ada  ilmu sosial yang netral dalam suatu  masyarakat  yang berbasiskan  perjuangan  kelas. Lewat satu dan lain cara,  semua pejabat resmi dan ilmuwan liberal, membela  perbudakan  upahan (wage slavery), sedangkan marxisme telah  jauh-jauh hari  menyatakan  perang  tanpa henti  terhadap  perbudakan  itu. Mengharapkan sikap netral dari ilmu pengetahuan dalam  masyarakat perbudakan upahan adalah bodoh, sama naifnya dengan  mengharapkan sikap netral dari para pemilik pabrik dalam menghadapi pertanyaan apakah  upah  buruh dapat dinaikkan tanpa  mengurangi  keuntungan modal.

Namun bukan hanya itu. Sejarah filosofi dan sejarah ilmu-ilmu sosial  memperlihatkan  dengan jelas bahwa dalam  marxisme  tidak terdapat  adanya  “sektarianisme”, dalam artian adanya  doktrin-doktrin  yang sempit dan picik , doktrin yang dibangun jauh  dari jalan  raya perkembangan peradaban dunia. Sebaliknya,  si  jenius Marx  dengan tepat menempatkan jawaban-jawaban terhadap  berbagai pertanyaan  yang diajukan oleh pikiran-pikiran termaju dari  umat manusia.  Doktrin-doktrinnya bangkit sebagai kelanjutan  langsung dari ajaran-ajaran besar dalam bidang filosofi,  ekonomi-politik, dan sosialisme.

Doktrin-doktrin  marxis bersifat serba guna karena  tingkat kebenarannya  yang tinggi, juga komplit dan harmonis, serta  melengkapi  kita  dengan suatu pandangan dunia yang  integral,  yang tidak  bisa  dipersatukan dengan berbagai macam  tahyul,  reaksi, atau tekanan dari pihak borjuis. Marxisme merupakan penerus  yang sah  dari  beberapa pemikiran besar umat manusia dalam  abad  19 yang  direpresentasikan  oleh filsafat  klasik  Jerman,  ekonomi-politik Inggris dan sosialisme Prancis.

Inilah  tiga  sumber  dari marxisme, filsafat  yang dipakai marxisme adalah materialisme.  Sepanjang  sejarah Eropa modern, dan khususnya pada akhir abad  18  di Prancis, di mana terdapat perjuangan yang gigih terhadap berbagai sampah dari abad pertengahan, terhadap perhambaan dalam  berbagai lembaga dan gagasan, materialisme terbukti merupakan satu-satunya filosofi  yang konsisten, benar terhadap setiap cabang ilmu  alam dan  dengan gigih memerangi berbagai bentuk tahyul,  penyimpangan dan  seterusnya.  Musuh-musuh  demokrasi  selalu  berusaha  untuk “menyangkal”, mencemari dan memfitnah materialisme, membela  berbagai bentuk filosofi idealisme, yang selalu, dengan satu dan  lain cara, menggunakan agama untuk memerangi materialisme.

Marx  dan Engels membela filosofi materialisme dengan  tekun dan berulangkali  menjelaskan  bagaimana  kekeliruan   terdahulu adalah setiap penyimpangan dari basis ini. Pandangan-pandangan mereka dijelaskan secara panjang lebar dalam karya Engels, Ludwig Feuerbach dan Anti-Duhring, yang seperti halnya communist  manifesto, merupakan buku pegangan bagi setiap pekerja  yang  memiliki kesadaran kelas.

Namun  Marx  tidak berhenti pada materialisme abad  18:  ia mengembangkannya  lebih jauh, ke tingkat yang lebih tinggi.  Marx memperkaya  materialisme dengan penemuan-penemuan  dari  filosofi klasik  Jerman,  khususnya sistem Hegel, yang  kemudian  mengarah kepada  pemikiran Feuerbach. Penemuan yang paling penting  adalah dialektika,  yaitu doktrin tentang perkembangan  dalam  bentuknya yang  paling padat, paling dalam dan amat  komprehensif.  Doktrin tentang relativitas  pengetahuan manusia  yang  melengkapi  kita dengan  suatu refleksi terhadap materi-materi yang terus  berkembang. Penemuan-penemuan  terbaru dalam  bidang ilmu alam: radium, elektron, transmutasi elemen, merupakan bukti nyata dari  materialisme  dialektis  yang  diajarkan Marx,  berbeda  dengan  dengan ajaran-ajaran  para filosof borjuis dengan idealisme mereka  yang telah usang dan dekaden.

Marx  memperdalam  dan mengembangkan  filosofi  materialisme sepenuhnya,  serta  memperluas pengenalan  terhadap  alam  dengan memasukkan pengenalan terhadap masyarakat manusia. Materialisme historisnya  yang  dialektis merupakan pencapaian  besar  dalam  pemikiran ilmiah. Kekacauan yang merajalela dalam berbagai pandangan sejarah  dan  politik digantikan dengan suatu teori ilmiah  yang  amat integral  dan  harmonis,  yang  memperlihatkan  bagaimana,  dalam konsekuensinya  dengan pertumbuhan  kekuatan-kekuatan  produktif, suatu sistem kehidupan sosial muncul dari sistem kehidupan sosial yang  ada  sebelumnya dan berkembang  melalui  berbagai  tahapan. Contoh kongkretnya: kapitalisme yang muncul dari feodalisme.

Seperti halnya pengetahuan manusia merefleksikan alam  (yang merupakan  materi  yang  berkembang)  yang  keberadaannya  tidak tergantung dari manusia, begitu pula pengetahuan sosial (berbagai pandangan  dan doktrin yang dihasilkan manusia-filosofi,  agama, politik,  dan seterusnya) merefleksikan sistem ekonomi  dari  masyarakat.  Berbagai  lembaga politik merupakan  superstruktur  di atas fondasi ekonomi. Kita melihat, sebagai contoh, bahwa  berbagai  bentuk  politis dari negara-negara Eropa  modern  memperkuat dominasi pihak borjuasi terhadap pihak proletariat.

Filosofinya  Marx merupakan filosofi  materialisme  terapan, yang mana membekali umat manusia, khususnya kelas pekerja, dengan alat-alat pengetahuan yang ampuh.

Setelah  menyadari bahwa sistem ekonomi  merupakan  fondasi, yang di atasnya superstruktur politik didirikan, Marx mencurahkan sebagian besar perhatiannya untuk mempelajari sistem ekonomi ini. Karya Marx yang prinsipal, das kapital, merupakan hasil  studinya yang mendalam terhadap sistem ekonomi modern: kapitalisme.

Ilmu penting ekonomi  politik  yang klasik, sebelum Marx,  berkembang  di Inggris,  negeri kapitalis yang paling maju saat itu. Adam  Smith dan  David  Ricardo, dengan investigasi  mereka  terhadap  sistem ekonomi,  meletakkan  dasar-dasar dari teori  nilai  kerja.  Marx melanjutkan  karya mereka, ia menguji teori itu  dan  mengembangkannya  secara  konsisten.  Ia melihat bahwa  nilai  dari  setiap komoditi  ditentukan oleh kuantitas waktu kerja  yang  dibutuhkan secara sosial, yang digunakan untuk memproduksi komoditi itu.

Jika para ahli ekonomi borjuis melihat hubungan  antar-benda (pertukaran  antar-komoditi), Marx memperhatikan hubungan  antar-manusia. Pertukaran komoditi mencerminkan  hubungan-hubungan  di antara para produser individual yang terjalin melalui pasar. Uang memperlihatkan  bagaimana hubungan itu menjadi  semakin  erat,  yang tanpa terpisahkan menyatukan seluruh kehidupan ekonomi dari  para produser menjadi satu keseluruhan.  Modal  (kapital)  memperlihatkan  suatu   perkembangan lanjutan  dari hubungan ini: tenaga kerja manusia  menjadi  suatu komoditi. Para pekerja upahan menjual tenaga kerjanya kepada para pemilik tanah, pemilik pabrik dan alat-alat kerja. Seorang pekerja  menggunakan sebagian waktu kerjanya untuk menutup  biaya  hidupnya  dan  keluarganya  (mendapat upah),  sebagian  lain  waktu kerjanya digunakan tanpa mendapat upah, semata-mata hanya  mendatangkan nilai lebih untuk para pemilik modal. Nilai lebih merupakan  sumber  keuntungan,  sumber kemakmuran  bagi  kelas  pemilik modal.

Doktrin  tentang  nilai lebih  merupakan  dasar (cornerstone) dari teori ekonomi yang dikemukakan oleh Marx. Modal  yang  diciptakan dari  hasil  kerja  para pekerja, justru menghantam para pekerja, memporakporandakan  para pemilik  modal kecil dan menciptakan barisan pengangguran.  Dalam bidang  industri, kemenangan produksi berskala besar segera  tampak,  tetapi  gejala  yang sama juga dapat  dilihat  pada  bidang pertanian,  di mana keunggulan pertanian bermodal  besar  semakin dikembangkan.  Penggunaan  mesin-mesin  pertanian   ditingkatkan, mengakibatkan ekonomi para petani kecil terjebak oleh modal-uang, kemudian  jatuh dan hancur berantakan disebabkan teknik  produksi yang kalah bersaing. Penurunan produksi berskala kecil  mengambil bentuk-bentuk  yang berbeda dalam bidang pertanian,  akan  tetapi proses  penurunan  itu  sendiri merupakan suatu  hal  yang  tidak terbantahkan.

Dengan menghancurkan produksi berskala kecil, modal  mendorong peningkatan produktivitas kerja dan menciptakan posisi monopoli  bagi asosiasi kapitalis besar. Produksi itu sendiri  menjadi semakin  sosial, ratusan ribu, bahkan  jutaan  pekerja  diikat dalam  suatu  organisme ekonomi reguler, tetapi hasil  dari  kerja kolektif  ini  dinikmati oleh sekelompok  pemilik  modal.  Anarki produksi, krisis, kekacauan harga pasaran, serta ancaman terhadap sebagian terbesar anggota masyarakat, semakin memburuk.

Dengan mengembangkan ketergantungan para pekerja pada modal, sistem ekonomi kapitalis menciptakan kekuatan besar dari persatuan para pekerja. Marx  menyelidiki  perkembangan  kapitalisme  dari   ekonomi komoditi tahap awal, dari pertukaran yang sederhana, hingga bentuk-bentuknya yang tertinggi, produksi berskala besar.

Dan  dari pengalaman  negeri-negeri  kapitalis, yang lama  dan  baru,  dari tahun  ke  tahun, terlihat dengan jelas kebenaran  dari  doktrin-doktrin marxian ini.

Kapitalisme telah menang di seluruh dunia, tetapi kemenangan ini hanyalah merupakan awal dari kemenangan para pekerja terhadap modal yang membelenggu mereka.

Ketika feodalisme tersingkir, dan masyarakat “merdeka” kapitalis muncul di dunia, maka  muncullah  suatu sistem untuk penindasan  dan eksploitasi terhadap golongan pekerja. Berbagai  doktrin sosialis segera muncul sebagai refleksi dari dan protes  terhadap penindasan ini. Sosialisme pada awalnya, bagaimanapun,  merupakan sosialisme utopis. Ia mengkritik masyarakat kapitalis, mengutuknya, memimpikan keruntuhan kapitalisme. Ia mempunyai gagasan  akan adanya pemerintahan  yang lebih baik yang berusaha  membuktikan kepada orang-orang kaya bahwa eksploitasi itu tidak bermoral.

Namun  sosialisme utopis tidak memberikan solusi  nyata.  Ia tak dapat menjelaskan sifat sebenarnya dari perbudakan upahan  di bawah sistem kapitalisme. Ia tak mampu mengungkapkan  hukum-hukum perkembangan  kapitalis atau memperlihatkan kekuatan  sosial  apa yang mampu membentuk suatu masyarakat yang baru.

Sementara itu, berbagai revolusi terjadi di Eropa, khususnya di  Prancis,  mengiringi kejatuhan feodalisme,  perhambaan,  yang semakin  lama semakin jelas mengungkapkan perjuangan  kelas-kelas sebagai basis dan kekuatan pendorong dari semua perkembangan.

Setiap  kemenangan kebebasan politis atas kelas feodal dimenangkan dari perlawanan yang mati-matian. Setiap negeri  kapitalis berkembang di atas basis yang kurang-lebih demokratis,  diakibatkan  adanya perjuangan hidup-mati di antara kelas-kelas yang  ada dalam masyarakat kapitalis.

Kejeniusan  Marx adalah karena ia yang pertama kali  menyimpulkan  pelajaran  sejarah dunia dengan tepat  dan  menerapkan pelajaran itu secara konsisten. Kesimpulan yang dibuatnya menjadi doktrin dari perjuangan kelas.

Rakyat  selalu menjadi korban dari penipuan dan  kemunafikan dunia  politik, mereka akan selalu begitu sampai  mereka  mencoba mencari  tahu  apa kepentingan dari kelas-kelas  yang  ada  dalam masyarakat, apa yang ada di balik  segala  macam  ajaran   moral, agama dan janji-janji politik. Para pemenang dari proses reformasi  dan  pembangunan akan selalu terkecoh  oleh   para  pendukung pemerintahan  lama, sampai mereka menyadari bahwa setiap  lembaga yang  lama, sekeji apapun tampaknya, akan tetap  dijalankan  oleh kekuatan-kekuatan dari kelas-kelas tertentu yang berkuasa.  Hanya ada  satu  kelompok yang mampu menghantam usaha  perlawanan  dari kelas-kelas  itu, dan itu bisa ditemukan dalam  masyarakat  kita, kelompok yang mampu dan harus menggalang kekuatan untuk  perjuangan menyingkirkan yang lama dan mendirikan yang baru.

Filosofi materialisme yang dipaparkan Marx menunjukkan jalan bagi  proletariat  untuk  bebas dari  perbudakan  spiritual  yang membelenggu  setiap  kelas  yang tertindas  hingga   kini.  Teori ekonomi  yang dijabarkan Marx menjelaskan posisi sebenarnya  dari proletariat di dalam sistem kapitalisme.

Organisasi-organisasi  independen milik proletariat  semakin bertambah  banyak  jumlahnya, dari Amerika  hingga  Jepang,  dari Swedia hingga Afrika Selatan. Proletariat menjadi semakin  tercerahkan  dan  terdidik  dengan  membiayai  perjuangannya  sendiri; mereka membuktikan kesalahan tuduhan-tuduhan masyarakat  borjuis; mereka terus memperbaiki strategi perjuangan; menggalang kekuatan dan tumbuh tak terbendung.

Prosveshcheniye No. 3, Maret 1913 Selected Works, Vol. 19, pp. 23-28

Ditandatangani V.I.

Doktrin tersebut dimaksudkan untuk kepentingan politik Lenin. Dengan penafsiran semena-mena, teori materialisme Marx dijadikan alasan pembenaran tindakannya sebagai seorang diktator yang membunuh jutaan manusia. Lenin mengambil teori Mark tentang materialisme, yaitu setiap materi di dunia ini pada hakikatnya sama, hanya berbeda tingkat kekompleksitasannya saja.

Teori Marx tersebut oleh Lenin diartikan bahwa manusia adalah materi, binatang dan makhluk hidup maupun benda mati adalah materi. Jadi, manusia sebenarnya sama saja dengan binatang, tumbuhan, dan benda mati lainnya. Oleh karena itu, membunuh manusia bukanlah suatu kejahatan, karena sama halnya dengan membunuh nyamuk atau menginjak semut, karena manusia dan binatang tersebut tersusun dari unsur-unsur materi yang sama atau tidak jauh berbeda.

Dengan landasan pemikiran tersebut Lenin memperjuangkan visi misi komunis dengan menghalalkan segala cara, yaitu melenyapkan semua orang yang menentangnya. Hal inilah yang ditentang oleh berbagai pihak. Marxisme-leninisme dan komunisme dipandang tidak memanusiakan manusia.

5. Pengaruh Marxisme-leninisme dalam Kesusastraan Indonesia

Marxisme-leninisme pada masa itu menjadi kekuatan tangguh yang mempengaruhi peradaban seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Begitu pula pada masa-masa berikutnya, marxis masuk dalam semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam kebudayaan dan kesusastraan. Begitu banyak respon terhadap pemikiran marxis, baik berupa penentangan maupun dukungan. Sampai akhirnya muncul teori sosial marxis yang menduduki posisi dominan dalam segala diskusi sosiologi sastra.

Penyebaran marxis yang begitu cepat juga disebabkan oleh latar belakang Marx yang dianggap sebagai pencetus marxis. Marx yang pada mulanya adalah sastrawan, dan teorinya tidak hanya memberikan perhatian khusus pada kesusastraan, tetapi juga dipengaruhi dunia romantik kesusastraan. Selain itu, di dalam teori sosial Marx juga terbangun suatu totalitas kehidupan sosial sacara integral dan sistematik yang menempatkan kesusastraan sebagai lembaga sosial yang setara dengan ilmu pengetahuan, agama, dan politik.

Dalam studi sosiologi sastra, marxisme memuat konsep suatu masyarakat terbagi dalam hubungan-hubungan produksi yang kemudian dibagi lagi dalam hubungan-hubungan sosial yang lain. Hubungan-hubungan sosial, lembaga-lembaga, hukum-hukum, agama, filsafat, dan kesusastraan merupakan superstruktur masyarakat yang ditentukan oleh infrastruktur masyarakat yang berupa hubungan produksi. Seorang tuan tidak hanya memerintah/mengatur produksi, tetapi mengatur seluruh masyarakat. Budak hanyalah pembuat dan pelaksana hukum dan undang-undang yang mereka buat untuk melindungi hak miliknya sendiri.

Namun Marx sendiri sebenarnya tidak menerapkan secara ketat teori tersebut dalam kesusastraan. Marx terombang-ambing di antara dua kecenderungan untuk menempatkan kesusastraan sebagai gejala yang ditentukan oleh infrastruktur sesuai teori. Namun di lain pihak terdapat juga kecenderungan untuk memberikan posisi yang relatif otonom pada kesusastraan, yaitu sebagai gejala pertama yang menentukan dirinya sendiri.

Di Indonesia, ajaran marxis ditentang keras oleh pemerintahan pada masa sebelum kemerdekaan dan pada masa Orde Baru. Namun tidak begitu halnya bagi para sastrawan indonesia. Ada banyak karya sastra Indonesia yang memuat ajaran marxis yang berbentuk novel, roman, dan puisi.

Pada masa kolonial Belanda, novel-novel yang mengandung ajaran marxis disegel pemerintah dan dianggap sebagai bacaan liar atau bacaan terlarang bagi rakyat. Novel-novel tersebut misalnya Student Hijo karya Mas Marco, Hikayat Kadiroen karya Semaoen, dan sastra peranakan china lainnya seperti Teko jepang, Soe Hoek Gie, dan lainnya.

Pada masa pemerintahan Orde baru misalnya novel Putri karya Putu Wijaya, novel-novel Pramoedya Ananta Tour, roman Atheis karya Achdiat K. , dan lainnya.

Karya-karya tersebut oleh pemerintah dianggap berbahaya, mengandung ajaran pergerakan untuk melakukan perubahan. Hal inilah yang dikhawatirkan pemerintah. Pemerintah takut jika rakyat terpengaruh dengan ajaran tersebut dan akan menentang pemerintah.

Pada masa Orde Baru, Presiden Suharto menentang keras marxisme. Dia berkehendak membangun sosialisme religius di Indonesia. Demi untuk membangun sosialisme religius itu rezim Suharto melarang marxisme-leninisme, melarang tersebarnya karya-karya Bung Karno yang dikatakan banyak memuja marxisme. Sosialisme religius disosialisasikan dengan anti perjuangan kelas, tidak mengakui adanya kelas-kelas di Indonesia.

Suharto mengatakan: “Semangat persatuan terpecah-belah karena ajaran-ajaran kontradiksi dan perjuangan kelas….. Bangsa Indonesia tidak mengenal kelas, sebab kita memang tidak berkelas-kelas dan tidak akan berkelas-kelas”.

Pandangan Suharto yang anti perjuangan kelas ini mendapat dukungan dari sejumlah “cendekiawan”. Demikian menentangnya mereka terhadap kelas, sehingga Pramoedya dengan karyanya Bumi Manusia dinilai telah “terperangkap ke dalam pertentangan kelas”. Meskipun dinilai “adanya kematangan pemilihan persoalan, meninjau persoalan, penyajian persoalan dan penyelesaian persoalan”, di dalam novel tersebut terdapat tokoh yang mewakili kelas sosial tertentu, suatu representative figure yang dianggap merupakan sifat dari karya-karya yang mengikuti pandangan ideologi yang dikemukakan oleh Marx.

Dalam novel Bumi Manusia memang terlihat adanya kelas-kelas. Novel tersebut berusaha membawa generasi muda ke dalam rangka pemikiran mereka yang merupakan pertentangan kelas. Pemerintah orde Baru menilai Bumi Manusia sebagai buku yang mengandung visi yang dapat mendorong pertentangan kelas lewat tokoh-tokoh yang ada dalam novel tersebut”. Oleh karena itu, melalui Surat Keputusan Nomor Kep-052/JA/51981, Jaksa Agung RI melarang beredarnya Bumi Manusia terhitung mulai 29 Mei 1981.

Demikianlah ketakutan pemerintah terhadap “pertentangan kelas” hingga pemerintah Orde Baru pada masa itu mengambil keputusan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia PBB yang menjamin kebebasan mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan.

6. Marxisme-leninisme Bukan Ajaran Karl Marx

Demikianlah sejarah mencatat, betapa kuatnya doktrin marxisme di sepanjang masa, mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Namun pada hakikatnya, pelembagaan pemikiran Marx menjadi ideologi marxisme-leninisme menimbulkan kesalahpahaman masyarakat atas pemikiran materialisme Marx. Marxisme pada akhirnya memunculkan pengikut-pengikut yang dogmatis dan fanatik. Namun di sisi lain juga memunculkan berbagai bentuk penolakan yang signifikan atas pemikiran Marx.

Menurut Michel hurrungton, Marx sendiri seorang yang selalu menginginkan kebebasan berpikir dan menentang dogmatisme dan fanatik dalam karya-karyanya. Marx yang melihat teori-teorinya disalahtafsirkan mengucapkan pengakuan “Sepanjang yang saya tahu, saya bukan seorang marxis”. (Muhammad Hatta, 1975: 17).

Kesalahpahaman inilah yang menyebabkan pemikiran-pemikiran Marx dianggap menakutkan oleh semua orang, terutama oleh masyarakat yang memiliki trauma politik akibat komunisme, seperti Indonesia. Padahal sepanjang sejarah sebelumnya, Marx memiliki atribut positif dalam masyarakat, yaitu bapak dan guru sosialisme modern, ekonom, dan sosiolog. Hampir semua pemikiran besar modern bidang ekonomi maupun sosiologi dipengaruhi pemikiran kefilsafatan Marx.

7. Materialisme Dialektik Karl Marx

Marxisme-leninisme yang mengatasnamakan pemikiran materialisme Dialektik Karl Mark adalah tidak benar. Marxisme-leninisme merupakan penafsiran yang salah atas materialisme Karl Marx.

Materialisme pada dasarnya merupakan bentuk yang paling radikal dari paham naturalisme (L. Santoso, dkk, 2006 : 38). Menurut William R. Dennes, seorang naturalis, ketika naturalisme modern berpendirian bahwa apa yang dinamakan kenyataan pasti bersifat kealaman, maka kategori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan adalah kejadian. Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan penyusun kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat dialami manusia. Satuan-satuan semacam itulah yang merupakan satu-satunya penyusun dasar bagi segenap hal yang ada (Katsoff, 1992: 216-218). Materialiseme merupakan bentuk naturalisme yang lebih terbatas dan sempit.

Definisi materialisme menurut Harold H. Titus, dkk (1984: 39), yaitu : pertama, materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi sendiri dan yang bergerak merupakan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal serta kesadaran termasuk di dalamnya segala proses psikikal merupakan mode materi tersebut dan dapat disederhanakan menjadi unsur-unsur fisik. Kedua, bahwa doktrin alam semesta dapat ditafsirkan seluruhnya dengan sains fisik. Materialisme modern mengatakan bahwa materi ada sebelum jiwa, dan dunia material adalah yang pertama, sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah yang kedua.

Dalam arti sempit, Materialisme berpendapat bahwa setiap kejadian dan kondisi merupakan akibat dari kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi sebelumnya. Benda-benda organik atau bentuk-bentuk yang lebih tinggi dalam alam hanya merupakan bentuk yang lebih komplek dari bentuk anorganik atau bentuk yang lebih rendah. Semua proses alam, baik organik atau inorganik selalu dapat diramal/diketahui jika kondisi sebelumnya diketahui.

Dengan demikian, titik tekan materialisme adalah materi merupakan ukuran segalanya, melalui paradigma materi ini segala kejadian dapat diterangkan. Dengan kata lain, untuk memahami kenyataan sebenarnya dapat dijelaskan melalui kaidah hukum-hukum fisik (sains), karena kenyataan sebenarnya bersifat materi dan harus dijelaskan dengan ‘frame’ material juga.

Dialektika berasal dari bahasa Yunani ‘dialego’ yang artinya pembalikan, perbantahan. Di dalam pengertian lama, dialektika bermakna sebagai seni pencapaian kebenaran melalui cara pertentangan berikutnya. Selanjutnya dialektika dipergunakan untuk suatu metode dalam memahami kenyataan (Listiyono Santoso, dkk, 2006 : 41).

Dengan demikian, berpikir dialektis dapat diartikan sebagai memahami kenyataan sebagai totalitas yang memiliki unsur-unsur yang saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), dan saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai).

Menurut Suseno, (ibid) dialektika memandang apa pun yang ada sebagai ‘kesatuan dari apa yang berlawanan’, sebagai ‘perkembangan melalui langkah-langkah yang saling berlawanan’, sebagai ‘hasil dari, dan unsur dalam, sebuah proses yang maju melalui negasi atau penyangkalan’. Kekhasan negasi itu adalah apa yang dinegasikan tidak dihancurkan atau ditiadakan, tetapi yang disangkal hanyalah segi yang salah, dan kebenarannya tetap diangkat dan diperhatikan.

Dengan demikian, materialisme dialektis Marx terletak pada asumsi dasar yang menyatakan bahwa benda merupakan suatu kenyataan pokok yang selalu terjadi dalam proses perubahan dan pertentangan di dalamnya yang terjadi dalam dunia nyata yang dapat diamati indera dan berpengaruh secara signifikan ke dalam konstruksi kesadaran manusia. Menurut Marx, bukanlah kesadaran manusia yang menentukan adanya mereka, tetapi penghidupan sosial lah yang menentukan kesadarannya.

Materialisme Karl Marx berpegang teguh pada pendapat bahwa kenyataan benar-benar ada secara objektif, tidak hanya ada dalam ide-ide kesadaran manusia. Karl Marx mengartikan materialisme dialektik sebagai keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus, yang memunculkan suatu keadaan akibat adanya pertentangan-pertentangan.

Jadi, dalam filsafat materialisme Marx muncul pemahaman bahwa kenyataan memunculkan kesadaran manusia, yang berarti memunculkan pengetahuan sebagai salah satu bentuk kesadaran. Materi memunculkan ide, dan dunia objektif adalah bahan dasar bagi munculnya pengetahuan manusia. Tanpa materi, maka kesadaran manusia tidak terbentuk, dan tanpa bahan dasar, maka indera manusia tidak memperoleh apa-apa.

Teori materialisme dialektik Karl Marx tidak bermaksud merendahkan derajat manusia atau menyamakan manusia dengan binatang seperti marxisme-leninisme, tetapi teori tersebut dimaksudkan sebagai ilmu pengetahuan yang selanjutnya dapat dikritisi oleh ilmu pengetahuan lain. Teori tersebut juga tidak dimaksudkan sebagai usaha memperjuangkan kaum buruh. Teori Karl Marx pada umumnya, dan materialisme dialektik pada khususnya dimaksudkan hanya sebatas teori untuk ilmu pengetahuan. Marx tidak bersikap fanatik terhadap teori-teorinya, melainkan sangat menginginkan kritik atas teorinya. Dengan adanya kritik, Marx akan lebih mudah mendekatkan teorinya pada kebenaran.

8. Kesimpulan

Marxisme-leninisme merupakan aliran pemikiran yang berhubungan dengan komunisme. Pemikiran tersebut memiliki teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik yang mengatasnamakan pemikiran Marx.

Golongan marxisme menganggap bahwa secara objektif, masyarakat manusia adalah suatu masyarakat yang terdiri dari golongan menindas dan golongan tertindas. Oleh karena itu harus ada perjuangan kelas proletar yang ditindas oleh kelas borjuis. Harus ada penyetaraan atas kehidupan manusia.

Adanya ketidakadilan dalam kehidupan manusia menurut marxisme adalah berakar dari sistem sosial manusia sendiri secara objektif, dan tidak disebabkan oleh faktor subjektif seperti moral dan budaya.

Menurut Karl Marx, marxisme-leninisme tidak sesuai dengan maksud sebenarnya dari apa yang dia kemukakan. Marxisme-leninisme maupun marxisme klasik merupakan bentuk salah tafsir dari ajaran materialismenya. Karl Marx mengatakan, “Sepanjang yang saya tahu, saya bukan seorang marxis”.

Marxisme-leninisme dan marxisme klasik Engel dan Kautsky dalam perjalanan sejarah memunculkan pengikut-pengikut yang dogmatis dan fanatik. Marxisme-leninisme merendahkan derajat manusia, bahkan menyamakan manusia dengan binatang. Pembunuhan terhadap manusia adalah suatu hal yang biasa, sama halnya dengan membunuh nyamuk atau menginjak semut. Oleh karena itu, marxisme-leninisme banyak mendapat penentangan dan ditakuti di seluruh dunia.

Akibat kuatnya doktrin marxisme-leninisme, kesusastraan Indonesia tidak lepas dari pengaruh marxisme. Berdasarkan catatan sejarah, banyak sekali karya sastra yang memuat ajaran marxisme, termasuk juga karya-karya Bung karno.

Hal ini menyebabkan ketakutan dalam diri pemerintah pada masa kolonial dan pada Orde baru. Pada masa Orde baru, marxisme ditentang secara frontal. Banyak sekali penyegelan karya-karya yang dipandang memuat ajaran marxisme, termasuk juga karya-karya Bung Karno yang dilarang diedarkan.

Ajaran marxisme-leninisme jika dipandang dari segi semangat pergerakannya sangatlah bagus. Ada kekuatan semangat yang sangat besar dalam teori “menghalalkan segala cara”, yaitu semangat untuk memperjuangkan perubahan yang tidak pernah terputus. Dari segi inilah para sastrawan Indonesia dan Bung Karno mendukung marxisme. Namun dukungan tersebut bukan berarti membenarkan teori “menghalalkan segala cara”, tetapi mengambil hikmah marxisme sebagai perjuangan yang penuh semangat.

9. Daftar Pustaka

Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cetakan ketiga.

Hatta, Mohammad. 1980. Sari Sejarah Filsafat Jilid I. Yogyakarta : Kanisius.

Katsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Diterjemahkan oleh Soejono Soemargono. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Santoso, Listiyano, dkk. 2006. Epistemologi Kiri. Yogyakarta : Ar-Ruzz, cetakan kedua.

Suhartono, Suparlan. 2005. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta : Ar-Ruzz, cetakan kedua.

Suseno, Franz Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta : Gramedia.

Titus, Harold H., dkk. 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Diterjemahkan oleh Rasjidi. Jakarta : Bulan Bintang.

10. Sumber dari internet :

http://www24.brinkster.com/Indomarxist/vi130004.htm 18 Maret 2008 , pukul 6:31 PM

http://ms.wikipedia.org/wiki/Marxisme Diakses pada 18 Maret 2008 pukul 6:36 PM.

http://rumahkiri.net/index.php?option=com_content&task=view&id=402&Itemid=123 diakses pada 30 maret 2008 pukul 06:30 AM.

http://beritaseni.wordpress.com/2007/06/03/188/ Diakses pada 18 Maret 2008 pukul 06:45 AM.

Hello world!

April 6, 2008

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!